Hari makin terik pada sebuah siang, ketika sekelompok pelajar riuh berisik.
Para pelajar kelas X di SMAN 2 Fatuleu Barat, Kabupaten Kupang, NTT ini sementara belajar Geografi di kelasnya.
Duduk berkelompok, masing – masing sibuk dengan kegiatannya.
Menggunakan pensil dan spidol beragam warna, masing – masing kelompok sibuk menggambar. Struktur Lapisan Bumi mereka gambar pada karton putih.
Kadang – kadang, mereka berdebat. Soal pilihan warna yang sesuai dengan objek, soal lebar masing – masing lapisan, juga, soal urutan materi yang disampaikan saat presentasi, termasuk pembagian tugas dalam kelompok saat presentasi nanti. Ramai sekali.
Sesekali, ibu guru pemilik nama Maria Noristy Sahya Lau yang murah senyum itu berkeliling mengunjungi tiap kelompok dan terlibat dalam diskusi serius dengan anak – anak didiknya. Hangat, bersahabat.
Kehangatan relasi guru – murid yang terbangun itu juga terbawa hingga sesi presentasi. Tiap kelompok menyajikan hasil diskusi mereka tanpa beban meski penggunaan bahasa tak baku masih dominan dalam penyampaian materi dan diskusi.
“Biar di kampung, mereka juga punya kemampuan akademik yang tidak kalah dengan anak – anak kota asal dikembangkan secara optimal dengan dukungan sarana prasarana yang memadai.” gadis manis yang kini sudah setahun menjadi guru PPPK ini mengapresiasi anak – anak didiknya.
Dara kelahiran Yogyakarta tahun 1995 yang akrab disapa Riris ini juga mengakui, anak – anak didiknya yang sering diidentifikasi sebagai anak kampung juga memiliki sikap yang baik terhadap guru.
Yang Acuh Dulu, Sekarang Rindu
Awalnya, cerita Riris, ada siswa tertentu yang cenderung acuh dan tidak memiliki perhatian saat dirinya masuk kelas. Bahkan, beberapa dari mereka juga sering bolos.
Begitu dirinya mulai menggunakan model pembelajaran yang berbasis pada produk, mereka mulai tertarik.
“Saya suruh mereka bikin peta materi (mind maping) dengan gambar yang menarik lalu mereka jelaskan. Dengan begitu, gambaran materi yang menjadi materi pembelajaran juga mereka ketahui.” cerita gadis yang punya keinginan besar mengajarkan pada anak didiknya bagaimana caranya menghasilkan sebuah peta menggunakan pengideraan jauh (data) dan sistem informasi geografis ketika tempatnya mengajar sudah dialiri listrik.
Saat mempelajari materi yang berhubungan dengan pengetahuan dasar pemetaan, aku Riris, anak – anak didiknya ditugaskan untuk membuat peta sederhana dari bahan lokal yang mudah didapat.
“Tidak hanya aktif, mereka juga berusaha menghasilkan karya yang bagus.” binar matanya senang ketika memuji anak – anak didiknya.
Dara manis lulusan SMAN 1 Kefamenanu yang mengaku sudah ada yang punya ini bercerita, salah satu pelajar laki – laki yang awalnya acuh ketika dirinya masuk kelas mengakui mulai senang dan antusias mengikuti pembelajaran yang diasuhnya.
“Beta selalu rindu ibu masuk kelas.” Dia tertawa ketika meniru ucapan siswa tersebut.
Ibu guru yang tamat dari Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Undana Kupang pada Desember 2018 ini juga meyakini, langkah yang dilakukannya dengan memberi kesempatan pada siswa untuk membuat karya dan mempresentasikannya untuk didiskusikan dalam forum kelas adalah salah satu cara untuk membentuk karakter baik dalam diri anak – anak didiknya.
Katanya, prestasi akademik yang bagus juga harus ditunjang dengan karakter yang baik sehingga menyemai bibit nilai adalah tugas setiap guru.
Dan, bukan hanya menyemai bibit nilai, bibit rindu juga akan tertanam dalam diri setiap anak didik yang hatinya tersentuh.
Komentar