Banyak orang tua (Ortu) yang menghabiskan sebagian besar sumberdaya yang mereka miliki untuk menguliahkan anak-anaknya. Tidak jarang, kemampuan sumberdaya yang terbatas memungkinkan mereka membiayai kuliah hanya salah satu anaknya, yang lebih dulu mendapatkan kesempatan, lalu tidak sanggup lagi membiayai kuliah anak-anaknya yang lain. Banyak anak yang terpaksa harus mengubur impiannya untuk kuliah ketika sumberdaya yang dimiliki orang tuanya sudah dihabiskan untuk membiayai kuliah salah satu atau beberapa saudaranya yang lebih dulu masuk kampus.
Tidak ingin menempatkan beberapa saudaranya yang kini masih duduk di bangku SD, SMP, dan SMA dalam persoalan yang sama, Martha Yulita Olin, perempuan asal Takari, Kabupaten Kupang yang lulus D3 Gizi dari Politeknik Kesehatan (Poltekes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Kupang pada 2019 memilih membiayai dirinya sendiri untuk melanjutkan kuliah ke jenjang S1 Jurusan Gizi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Nusantara Kupang.
Saat ditemui penulis beberapa waktu lalu, Martha baru 4 bulan menjadi mahasiswi di Stikes Nusantara Kupang. Mereka masih mengikuti kuliah yang digelar secara online saat itu. Jadwal kuliahnya setiap sore pada Senin hingga Kamis sehingga saban hari, sejak pagi ketika kegiatan perkuliahan belum dimulai, dilanjutkan pada malam hari setelah selesai mengikuti kegiatan kuliah, Martha sibuk bolak-balik mengantar berbagai barang pesanan kepada pembelinya. pada Jumat hingga Minggu, Martha berjualan dan mengantar barang kepada pembeli sejak pagi hingga malam.
Selama kuliah sambil jualan, Martha terbiasa bekerja hingga menjelang larut malam. Martha sering mengantar barang pesanan hingga pukul 11 malam. Ketika waktunya mengantar barang berdekatan dengan jam kuliah, Martha mengenakan seragam kuliahnya dibalik jaket yang selalu dipakainya saat mengantar barang.
“Kebetulan kami kadang kuliah secara online. Jadi pas jam kuliah, saya singgah ke tempat tertentu, biasanya di kamar kosnya kawan yang kebetulan ada pada rute antar barang, buka jaket dan ikut kuliah. Begitu selesai kuliah, saya pakai kembali jaket dan lanjut antar barang.” cerita Martha kepada penulis.
Menggunakan sepeda motornya, Martha mengantar barang-barang seperti mixer pengaduk adonan, kompor, blender, magic com (alat memasak nasi), panci, pakayan dan berbagai barang lainnya yang dibeli melalui dirinya. Pembelinya memesan secara online melalui facebook, Martha lalu membeli dari beberapa toko langganannya untuk diantar kepada mereka. Pembelinya membayar sesuai harga yang Martha tetapkan sehingga masih ada keuntungan yang diperolehnya.
Martha mengakui, meski keuntungan yang dipatok untuk penjualan setiap barang relatif kecil, pendapatan bersihnya dalam sehari terbilang besar untuk ukurannya.
“Cukup untuk tabung supaya persiapan registrasi semester, cukup untuk kebutuhan makan dan minum setiap bulan, bahkan ada sedikit tabungan dan bisa juga kirim kasih orang tua di kampung.” cerita Martha yang juga mengaku optimis jika biaya registrasi setiap semester yang lebih dari Rp 4 jutaan selama kuliah nanti bisa dipenuhi dari keuntungannya berjualan jika dirinya tetap sehat dan tidak ada hambatan berarti.
Martha cukup yakin karena sebagian biaya awal untuk masuk kampus tersebut, yang relatif besar untuk ukuran ekonomi keluarganya, juga diambil dari hasil keringatnya sendiri. Setelah lulus D3 Gizi dari Poltekes Kemenkes Kupang, Martha bekerja di salah satu restoran di Kota Kupang sejak Februari 2020 hingga Maret 2021. Pada April hingga Agustus 2021, dirinya bekerja di salah satu toko di Kota Kupang yang menjual berbagai peralatan rumah tangga. Meski tidak lebih dari 5 bulan, pengalaman yang diperolehnya dari tempat kerja kedua inilah yang menginspirasinya untuk berjualan secara online.
Martha memutuskan untuk berhenti kerja dari tempat kedua karena sejak awal dirinya memiliki niat yang besar untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang S1. Tanpa sepengetahuan orang tuanya, Martha memutuskan untuk mendaftar. Dirinya sempat berputus asa karena uang tabungannya belum cukup untuk biaya awal saat itu. Orang tuanya yang akhirnya tahu akhirnya memberi bantuan untuknya. Martha memang memiliki niat yang besar untuk mengurangi beban orang tua terhadap dirinya karena kedua orang tuanya yang bekerja sebagai pedagang dan petani serabutan itu masih memiliki beban besar untuk adik-adiknya.
Martha yang beryukur karena akhirnya bisa melanjutkan kuliah langsung berjualan secara online di hari pertamanya masuk kampus. Sejak hari pertama berjualan online, cerita Martha, dirinya selalu berusaha agar dipercaya dan tidak ingin mengecewakan para pelanggannya. Bahkan pembeli yang berada di luar Kota Kupang juga dilayani olehnya. Martha sudah pernah mengantar barang hingga wilayah Amarasi, Sulamu, maupun Takari. Kini Martha sudah memiliki banyak langganan. Kadang-kadang, dirinya sampai harus menyewa tenaga pengantar barang jika banyak pesanan.
Martha bercerita, di hari pertamanya kuliah saat itu, sisa uang yang ada padanya sebesar Rp 100 ribu. Martha lantas menggunakannya sebagai modal untuk membeli sebuah setrika listrik yang harganya Rp. 70 ribu. Setrika listrik tersebut dijual olehnya dengan harga Rp100 ribu. Lantas modal awal dan keuntungan dari hasil penjualan pertamanya itu terus diputarnya hingga saat ini. Beberapa waktu lalu, dari sebagian keuntungan yang diperolehnya, kedua orang tuanya bahkan ikut dibuat senang ketika dirinya membelikan 1 paket televisi merk polytron dan beberapa perlengkapan lain yang selama ini begitu diinginkan mereka. Kedua orang tuanya begitu senang, sampai-sampai ada acara syukuran yang digelar di rumah mereka.
Kepada penulis, Martha mengakui dirinya merasa Tuhan sangat baik padanya sehingga kerinduannya untuk melanjutkan kuliah tanpa harus membebani kedua orang tuanya bisa terjawab. Dirinya juga mengharapkan agar sesama teman seusianya yang ingin kuliah tidak harus berputus asa ketika kondisi keuangan orang tua relatif tidak mendukung.
“Bagi sesama kaum muda yang mungkin perjuangan hidupnya sama dengan yang saya alami, jangan cepat putus asa, dan harus berani ambil keputusan. Sebagai anak muda, kita tidak harus mengikuti kondisi yang ada karena memang tidak sulit untuk hidup mengikuti arah arus sebab butuh keberanian untuk melawan arus. Adakalanya kita harus melawan arus, dalam hal positif, karena tidak selamanya arus yang kita ikuti akan membawa kita ke tempat seharusnya. Setiap anak muda harus berani berjuang tanpa takut pada kegagalan.” harap Martha.
Gadis kelahiran Juli 1998 ini juga mengajak sesama kaum muda untuk selalu mensyukuri segala berkat yang didapat serta mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Dirinya juga mengajak kaum muda sebaya untuk pandai memilih dan memilah tanpa harus membiarkan diri mengikuti trend yang kemudian merugikan diri sendiri dan orang tua.
Komentar